ROADMAP PERKADERAN HMI CABANG BENGKULU

ROADMAP PERKADERAN HMI CABANG BENGKULU DALAM MENJAWAB TATANGAN INDONESIA EMAS 2045
 
Muhamat Alfath Harahap 
HMI KOMISARIAT UNIHAZ 
Email : alfathm528@gmail.com 
 
Absrak 
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Perkaderan  Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bengkulu secara khusus, (2) Bagaimana langkah kesiapan kader HMI Cabang Bengkulu menjawab tantangan Indonesia Emas 2045  . Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis deskriptif. Data penelitian dikumpulkan melalui observasi tidak langsung, wawancara mendalam, dan analisis terhadap pengurus dan responden lainnya. Keabsahan data menggunakan teknik trianggulasi. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan model interaktif Miles & Hubberman meliputi; reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Subjek penelitian ini terdiri responden yang fokus terhadap perkaderan. Hasil penelitian ini menunjukkan 3 temuan mendasar: Pertama, pola perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bengkulu. Kedua, bagaimana Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) melahirkan kader yang siap menjawab tantangan Indonesia Emas 2045. 
 
Kata Kunci: Kader, perkaderan, Himpunan Mahasiswa Islam, Muslim 
Intelegensia. 
 
 
Absract 
This study aims to determine: (1) Cadre of Student Association Islam (HMI) Bengkulu Branch specifically, (2) How are the readiness steps of HMI Bengkulu Branch cadres to answer the challenge of Golden Indonesia 2045. This research method uses qualitative research methods with descriptive types. The research data were collected through indirect observation, in-depth interviews, and analysis of administrators and other respondents. The validity of the data used triangulation techniques. The data that has been collected were analyzed using the interactive Miles & Hubberman model including; data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The subjects of this study consisted of respondents who focused on cadre. The results of this study indicate 3 basic findings: First, the cadre pattern of the Islamic Student Association (HMI) Bengkulu Branch. Second, how the Islamic Student Association (HMI) produces cadres who are ready to answer the challenge of Golden Indonesia 2045. 
 
Keywords: Cadre, cadre, Islamic Student Association, Muslim Intelligence. 
 
 
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 
Indonesia pada tahun 2045 merupakan saat 100 tahun Indonesia merdeka dalam visi besar menuju masa depan yang lebih baik, di tambah dengan fakta bahwa tahun 2030 hingga 2035 Indonesia akan mengalami situasi puncak dari Bonus Demografi yakni keadaan dimana jumlah angkatan tenaga kerja produktif lebih banyak di bandingkan angkatan kerja tua lanjut usia. Artinya, peran pekerja usia muda akan memebanjiri pasar dunia di tengah daya saing ekonomi kreatif pada tahun 2035. Hal tersebut dapat menjadi batu loncatan bagi Indonesia untuk berdaya saing dengan negara lain. (Riko Fazar Aditama, 2016). Bonus demografi harus betul betul dikaji serta dianalisa secara mendalam dan komprehensif. Sehingga Bonus demografi menuju generasi Indonesia Emas 2045 tidak sekedar harapan semu. Namun merupakan optimisme untuk bangkit, dengan segala daya upaya mewujudkan tujuan kita dalam berbangsa dan bernegara. 
Pendidikan merupakan bagian penting yang diharapkan mampu menjadi modal pembangunan bangsa. 

Tantangan pendidikan, mengharuskan tenaga pendidik agar lebih kreatif, inovatif, dan inspiratif dalam mendesain pembelajaran yang bermutu untuk menyongsong generasi emas Indonesia Tahun 2045. Namun saat ini, Sistem pendidikan di Indonesia terlalu memaksa anak atau mahasiswa untuk dapat menguasai sekian banyak bidang studi dengan materi yang sedemikian abstrak, yang selanjutnya membuat mahasiswa merasa tertekan/stress yang dampaknya membuat mereka suka bolos, bosan kuliah, malas, kurang kreativitas dan lain-lain. Menurut Education For All Global Monitoring 
Report 2011 yang dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahun dan berisi hasil pemantauan pendidikan dunia, dari 127 negara, Education Development Index (EDI) Indonesia berada pada posisi ke69, dibandingkan Malaysia (65) dan Brunei (34). 
Dari berbagai hasil riset menunjukkan bahwa peran organisasi mengimbangi pendidikan formal sangat penting dalam penumbuhan dan peningkatan kualitas manusia. Untuk mewujudkan peran aktif dan tanggung jawab seorang mahasiswa dibutuhkan sebuah wadah pengembangan diri, wadah itu adalah organisasi. (Yasinta Karina Caesari dkk, 2013). Namun Dewasa ini  hal-hal yang berbau demokrasi dan politik lebih menarik perhatian kalangan aktivis mahasiswa yang tergabung di organisasi, ditambah tahun 2020 Indonesia dan negaranegara didunia lainnya mengalami permasalahan pandemi yang belum dapat teratasi secara efektif. Tentunya sudah menjadi kewajiban dari mahasiswa untuk hadir dan turut andil peran dalam mencari solusi bagaimana menghadapi situasi ini dan yang tak kalah penting ialah menghadapi bonus demografi menuju Indonesia Emas 
2045. (Zeliq I. H, 2018).  

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah sebuah organisasi kekaderan yang sudah sangat lama berdiri di bumi Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 5 Februari 1947 yang diprakarsai oleh Lafran Pane bersama 14 orang mahasiswa STI (Agus Salim Sitompul, 1997:331). Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bengkulu sebagai sebuah organisasi mahasiswa yang berada di Bengkulu. Merupakan salah satu organisasi kemahasiswaan terbesar yang berkedudukan dikota Bengkulu, terdiri dari 10 Komisariat penuh dan 1 Komisariat persiapan dengan ratusan anggotanya yang tersebar di 5 (lima) perguruan tinggi yang ada, seharusnya pada tataran idealnya mampu menjadi sebuah organisasi besar yang mampu menjadi wadah pembarharuan dan peningkatan kualitas mahasiswa serta perannya dalam kemajuan daerah maupun nasional. Ternyata  pada realitanya tidaklah demikian, malah terbilang memudar reputasinya dikalangan mahasiswa maupun pada masyarakat Bengkulu itu sendiri. Berangkat dari diskusi-diskusi yang penulis lakukan terhadap pengurus komisariat, pengelola training, senior dan pengurus cabang yang memiliki peran didalam kaderisasi organisasi besar ini, ditemukan permasalahanpermasalahan yang terus terjadi dan sampai saat ini belum teratasi. Dimulai dari kurangnya semangat para anggota komisariat untuk mengikuti kegiatan dilaksanakan, kurangnya pemahaman makna perkaderan, permasalahan koordinasi dari cabang ke-komisariat dan begitupun sebaliknya, kurangnya peran dan keseriusan instruktur dalam mengelola training, ditambah dengan adanya permasalahan egosentris tiap bidang perkaderan yang melengkapi permasalahan inti yang dihadapi HMI Cabang Bengkulu saat ini.  
 
Berbicara pendidikan dan pembentukan mental dan intelektual (perkaderan) HMI Cabang Bengkulu tentu saja tak lepas dari peran BPL (Badan Pengelola Latihan) yang fokus mengelola pelatiahan atau Training yang menjadi gerbang awal untuk menjadi anggota HMI yang merujuk pada Pedoman 
Perkaderan. Ditambah peran aktif dari PA , P3A tingkat komisariat yang berkolaborasi untuk mengawal perkaderan dengan memberikan proses pembentukan dan peningkatan mental agar siap menjadi tulang punggung organisasi (kader). (Deo Ahong, 2020). 
 
Eksistensi HMI sebagai organisasi kemahasiswaan yang berkedudukan di luar kampus memberikan daya tarik tersendiri, dimana pola perkaderan yang dilakukan oleh HMI dikenal berbeda dari organisasi kemahasiswaan pada umumnya. Demi mewujudkan itu, kader membutuhkan pendidikan dan pelatihan (pola perkaderan) yang baik (Sidratahta Mukhtar, 2006:89). Penelitian ini akan fokus mengkaji  peran HMI Cabang Bengkulu sebagai sebuah organisasi pengkaderan menyiapkan kadernya menyongsong Indonesia emas 2045. Yang penulis tuangkan dalam sebuah karya ilmiah yang berjudul “Roadmap Perkaderan HMI Cabang Bengkulu Dalam Menjawab Tantangan Indonesia Emas 2045”. 
 
B. Rumusan Masalah  Secara khusus, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut :  
1. Apakah Perkaderan itu? 
2. Bagaimana langkah kesiapan kader HMI Cabang Bengkulu menjawab tantangan Indonesia Emas 2045 ? 
 
C. Tujuan  
Berdasarkan rumusan masalah diatas, secara umum karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui pola perkaderan HMI Cabang Bengkulu. Secara khusus, karya ilmiah ini bertujuan untuk : 
1. Mengetahui apa itu Perkaderan secara ideal. 
2. Merumuskan langkah perkaderan HMI Cabang Bengkulu menjawab tantangan Indonesia Emas 2045. 
 
 
D. Manfaat Penelitian 
1. Secara Teoritis  
Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi sumber dan tambahan informasi, mengetahui dan memaknai perkaderan dan sejauh mana kesiapan perkaderan HMI cabang Bengkulu menghadapi tantangan Indonesia Emas 2045.  
2. Secara Praktis 
Hasil Penelitian ini diharapkan menjadi panduan bagi anggota atau kader HMI Cabang Bengkulu dalam mempersiapkan diri menghadapi tantangan Indonesia Emas 2045. 
 
 
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE  
 
A. TINJAUAN PUSTAKA
 1. Pendidikan 
Pendidikan adalah sebuah proses untuk membentuk manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, mampu berpikir secara saintifik dan filosofis tetapi juga mampu mengembangkan spiritualnya. Pada masa sekarang, merujuk pada UUD 1945 Pasal 31 dan UU No 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Salah satu prinsip gerakan reformasi dalam pendidikan adalah pendidikan yang dilakukan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta mereka dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan. 
(Regina Ade Darman, 2017). 

2. Kader 
Tertuang dalam GLOSSARIUM Pedoman Perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam, pengertian dari Kader ialah "sekelompok orang yang terorganisasir secara terus menerus dan akan menjadi tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar". Dengan demikian ciri seorang kader tewujud dalam empat hal: yaitu, seorang kader bergerak dan terbentuk dalam organisasi, seorang kader mempunyai komitmen yang terus menerus (permanen), seorang kader memiliki bobot dan kualitas sebagai tulang punggung atau kerangka yang mampu menyangga kesatuan komunitas manusia yang lebih besar, dan seorang Kader memiliki visi dan perhatian yang serius dalam merespon dinamika sosial lingkungannya. 

3. Perkaderan 
Perkaderan adalah suatu usaha organisasi yang dilaksanakan secara sadar dan sisternatis selaras dengan pedoman perkaderan HMI. (Pedoman Perkaderan HMI, 2016). 

4. Pentrainigan 
Merujuk dari Pedoman Perkaderan HMI, Pentrainingan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu 1. Training Formal yaitu Pelatihan dalam rangka pembentukan kader yang sistematis dan berjenjang. 2. Training Non-formal yaitu suatu Pelatihan diluar training formal yang dilaksanakan secara sistematis yang bertujuan untuk mengembangkan keahlian dan kemampuan dalam bidang tertentu. 3. Training Lainnya  adalah suatu Pelatihan diluar training formal dan non-formal yang dilaksanakan berdasarkan kebutuhan kader. 5. Instruktur Orang yang memiliki kualifikasi untuk menyampaikan materi. (Pedoman Perkaderan HMI, 2016). B.
  
C. METODE 
1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. dengan Tujuan untuk mengungkap fakta dan realitas secara apa adanya. Jenis ini digunakan untuk menafsirkan dan menuturkan data-data proses perkaderan HMI Cabang Bengkulu dan bagaimana upaya pembentukan kader yang siap menghadapai tantangan Indonesia Emas 2045. 
2. Tempat dan Waktu Penelitian 
1. Tempat  
Penelitian ini dilakukan di sekretariat HMI. Lebih spesifik lagi, dilaksanakan disetiap komisariat selingkup cabang Bengkulu dan lokasi lainnya secara fleksibel. 
2. Waktu 
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2021. Berikut ini adalah uraian proses penelitian yang akan dilakukan. 3. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah BPL, PA cabang dan PPA (Komisariat) HMI selingkup cabang Bengkulu. Penentuan subjek atau informan menggunakan prosedur purposif dalam menentukan informan sesuai dengan kriteria dan relevan dengan masalah penelitian. Bunging (2010:107). Tujuan menggunakan prosedur ini karena informan dianggap memiliki peran di dalam perkaderan khususnya pada pengurus cabang dan komisariatnya masing-masing. 
4. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 
Pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan observasi dan wawancara. (1). Dalam penelitian ini, jenis observasi yang digunakan adalah observasi tak terstruktur. Menurut (Sugiyono, 2010:313) observasi tak tersturktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. (2) Teknik wawancara merupakan suatu proses tanya jawab atau dialog secara lisan antara pewawancara dengan informan. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis menggunakan pendekatan pedoman wawancara. Patton (2009: 188). 5. Keabsahan Data Teknik pemeriksaan data digunakan untuk menetapkan keabsahan suatu data agar data itu sah. Moleong, (2007:332) mengemukakan bahwa teknik pemeriksaan keabsahan data yang dapat digunakan untuk menghilangkan perbedaan konstruksi realitas dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. 6. Teknik Analisis data 
Proses analisis data menggunakan model interaktif Miles dan Hubberman (1994) yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. 1. Reduksi data, data yang dihasilkan dari wawancara dan observasi merupakan data mentah yang masih bersifat acak dan kompleks. Untuk itu, peneliti melakukan pemilihan data yang relevan dan bermakna serta mampu menjawab permasalahan penelitian. Selanjutnya, data disederhanakan kemudian disusun secara sistematis ke dalam unit-unit sesuai dengan sifat masing-masing dan menonjolkan halhal yang bersifat pokok dan penting. 2. Penyajian data, data disajikan dalam bentuk narasi berupa informasi 
mengenai hal-hal yang terkait pola pentrainingan, pengawalan perkaderan dan evaluasi keberhasilan kaderisasi  HMI Cabang Bengkulu. Penyajian data dimaksudkan untuk mengorganisir hasil reduksi data dan menyusunnya ke dalam pola hubungan yang jelas sehingga mudah dipahami. 3. Penarikan kesimpulan, penarikan kesimpulan secara kritis dengan menggunakan metode induktif yang berangkat dari hal-hal khusus untuk memperoleh kesimpulan umum yang objektif. Kesimpulan tersebut kemudian diverifikasi dengan cara melihat kembali hasil reduksi data sehingga kesimpulan yang diambil tidak menyimpang dari masalah. 
 
 
III. ANALISA DAN PEMBAHASAN 
 
A. Pola Perkaderan HMI 
Perkaderan ialah suatu usaha organisasi yang dilaksanakan secara sadar dan sistematis selaras dengan pedoman perkaderan HMI. Sedangkan Pola Perkaderan Dalam menjalankan fungsinya sebagai organisasi kader, HMI menggunakan suatu pendekatan yang sistematik dalam bentuk aktifitas/kegiatan perkaderan disusun dalam semangat integralistik untuk mengupayakan tercapainya tujuan organisasi. Oleh karena itu sebagai upaya memberikan kejelasan dan ketegasan sistem perkaderan yang dimaksud, maka harus dibuat pola perkaderan HMI secara nasional. Pola ini disusun dengan memperhatikan tujuan organisasi,  mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan organisasi serta tantangan dan kesempatan yang berkembang di lingkungan eksternal organisasi. Kegiatan-kegiatan ini ialah serangkaian usaha sistematis, terarah, dan utuh-mensyeluruh, dan terus dikembangkan serta sempurnakan untuk perkaderan HMI tetap berlanjut. Strategi ini diperlukan karena perubahan situasi, ruang, waktu serta tantangan yang terus berubah dengan cepat sesuai tuntutan zaman. Pola perkaderan ini harus dimaksimalkan merujuk pada pedoman perkaderan. 
 
Penulis menggunakan pisau analisis seperti apa Kelemahan, Kelebihan, dan Peluang yang dapat dimaksimalkan untuk perkaderan kedepannya. Dimulai dari unsur-unsur pentrainingan yang dilakukan, permasalahan intinya ialah : 
 
(a). Instruktur 
Seperti yang disampaikan oleh salah satu instruktur dan pengurus P3A komisariat, pada pentrainingan HMI cabang Bengkulu masih terdapat kendala yang dihadapi hingga saat ini. Berikut ulasan permasalahan saat ditanya tentang pentrainingan yang dilakukan: 
“Banyaknya masalah yang ada pada  sebuah training, yang sering terjadi adalah Instruktur yang bertugas mengelola pentrainingan masih banyak yang kurang serius dan mampu memahami mekanisme pentrainingan, dan kurangnya pendalaman isi dari TOR yang berisikan  permasalahan dan output yang ingin dicapai dari training,  menjadikan kurang efektifnya proses internalisasi nilai-nilai kepada peserta/anggota. Hal ini tentu saja menjadi permasalahan serius yang nantinya akan menjadikan kurangnya kesadaran tugas dan tanggungjawab dari anggota pasca training itu berlangsung”. 
Ulasan diatas, mengisyaratkan bahwa idealnya sebuah training, instruktur haruslah profesional membangun dinamika forum dan mampu memahami  mekanisme pentrainingan serta keseriusan dari instruktur dalam memetakan karakter kader, merangsang keiinginan dan semangat untuk mengetahui lebih dalam materi yang disampaikan pada sebuah training. Karena training inilah yang menjadi objek bagi anggota untuk berproses contoh LK1. Dan hasil pemetaan dari training ini juga yang menjadi bekal bagi P3A dalam mengelola anggota pasca Training dengan harapan memiliki empat komponen, yaitu : (1). Anggota HMI sebagai Mahasiswa, (2). Anggota HMI sebagai Pemuda, (3). Anggota HMI sebagai Warga negara, dan (4). Anggota HMI sebagai Muslim. Keempat komponen ini harus secara bersamaan tergarap dan tertangani ; salah satu saja dari empat komponen tersebut terlalaikan, akan tanggallah keanggotaan HMI secara kualitatif. 
(Moerdiono,1990). 
 
(b). Komisariat 
Selain pada permasalahan instruktur, permasalah itupun muncul pada tataran komisariat, disampaikan oleh P3A Komisariat prihal : 
“Salah satu Kelemahan proses perkaderan di komisariat ada pada  P3A yg kurang mampu memahami prinsip perkaderan yang ada di pedoman perkaderan. Atau janganjangan, yg lebih parah adalah pengurus tidak mengetaui sama skali atau membaca pedoman perkaderan. Kecenderungan pengurus HMI komisariat dalam menjalankan tugasnya hanya berdasar pada terlaksananya kegiatan (teknis). Mulai dari pembentukan karakter, follow up, diskusi dan aksi. sampe dengan kegiatan non formal lainnya tidak berdasar pada landasan Teologis, Ideologis, Sosio-Historis. Sehingga ini berdampak pada kurang aktifnya anggota dan kurang kreatifnya pengurus dalam merumuskan polapola perkaderan. Kemudian yg selanjutnya terjadi adalah anggota komisariat yg dikader oleh pengurus (khususnya P3A) cuma mendapati proses di HMI melalui kegiatankegiatan terbatas”.  
Disini harus dipahami, perkaderan dikomisariat tidak hanya menjadi tanggungjawab dari P3A, tetapi juga korelasi antar sesama pengurus komisariat yang bergerak dalam sebuah sistem untuk lebih memaksimalkan  perkaderan dan hasil yang diharapkan. Berdasarkan uraian tersebut, maka pada hakikatnya seluruh pengurus dalam proses pembinaan terhadap kader pada ruang lingkup Komisariat harus mampu mengawal, melihat dan mengetahui kebutuhan dan kepentingan dari kader, membentuk individu kader yang memiliki kualitas insan cita dan begitupun secara organisatoris mampu menyediakan sumberdaya manusia yang akan berperan aktif dalam serangkaian usaha sistematis, terarah, dan utuh-mensyeluruh. 
 
(c). Cabang 
Dalam hal ini penulis merangkum permasalahan yang disampaikan dari P3A Komisariat maupun Pengurus lainnya yang dirasa oleh penulis fokus dan perhatian terhadap perkaderan di Hmi Cabang Bengkulu, tuturnya tentang : 
“Kelemahan yang ada dia HMI Cabang bengkulu ada pada kurang tegasnya pengurus PA dalam menerapkan pola perkaderan yg sudah di rumuskan. Dengan kurangnya "penekanan" dalam hal menjalankan kegiatan bersama, bahkan sempat kurangnya koordinasi antar PA cabang ke Komisariat perihal dinamika yang terjadi pada beberapa waktu lalu, berdampak pada sedikitnya persentase keterlibatan komisariat terhadap suatu kegiatan yang dirumuskan oleh PA ataupun cabang. Kemudian, adanya tendensi tertentu yang mengarah pada sikap primordial per komisariat juga merupakan suatu kelemahan dalam menggapi permasalahan ini secara dewasa dan cepat. Hal ini tidak terlepas dari adanya dinamika berkepanjangan yang terjadi pada kepengurusan HMI Cabang Bengkulu. Maka yang kemudian terjadi adalah, seakan orientasi personalia pengurus cabang hanyalah untuk menjalankan program yang bersifat kondisional hingga konfercab berlangsung”. Upaya mengoptimalkan perkaderan terkhususnya HMI Cabang Bengkulu, hendaklah tetap terus berkiblat pada silaturahmi dan sinegritas berjenjang antara pengurus cabang terkhusus PA dan  P3A komisariat dalam merawat dan mengawal sebuah corak atau pola perkaderan itu sendiri. Contoh sederhana adalah jika pada suatu kegiatan, komisariat punya ranah taktis maka cabang haruslah melengkapi dengan internalisasi nilai-nilai yang menjadi Ruh dalam geraknya. Dan penulis berharap kepada kanda-yunda yang saat ini atau kedepannya memiliki pengaruh terhadap sebuah perkaderan, baik itu cabang atau komisariat : 
“Dinamika merupakan salah satu konsep proses pendewasaan dan pematangan mental, namun nilai-nilai ke-Islaman haruslah tetap menjadi nafas gerak kita dalam segala lini perkaderan, kita disatukan oleh misi pada lingkaran HMI, dibungkus dengan ikatan silaturahmi. Ketika dinamika ini menimbulkan suatu perpecahan, mari gerak bersama untuk terbuka dan  menyudahi ”. 
 
(d). Peran BPL 
Pada sebuah pentrainingan yang dilakukan oleh Komisariat HMI selingkup Cabang Bengkulu, instruktur dan P3A Komisariat juga menuturkan tentang pemasalahan lainnya, yaitu : “Sempat tidak berjalannya peran dan tanggungjawab BPL HMI Cabang Bengkulu periode 2018-2020, akibat dari di Non-aktifkannya Ketua Umum BPL saat itu menjadi sebuah masalah yang cukup berpengaruh terhadap perkaderan dan pentrainingan secara khusus. Dengan tidak adanya ketua umum BPL pada saat itu menyebapkan koordinasi pengurus terhambat dan berakibat pada pengelolaan kegiatan, khususnya LK1yang kurang efektif”. 
Dimana yang penulis pahami, bahwa peran BPL dalam mengelola dan mengawal sebuah pentrainingan sangat diperlukan. Karena BPL menjadi motor yang seharusnya di setiap tingkatan harus mampu merumuskan suatu konsep pelatihan agar kader yang dihasilkan dari “rahim” perkaderan HMI berkualitas. Selain daripada itu, BPL HMI tentunya di isi oleh para orang-orang yang sudah mengikuti pelatihan khusus untuk menjadi seorang instruktur. Di mana, seorang instruktur adalah suatu status yang sangat langka, dan hanya sedikit kader HMI yang mencapai dan sanggup komitmen menjadi instruktur. Secara praktiknya, mereka adalah orang-orang yang sangat luas wawasannya. Jika tidak demikian, berarti statusnya seorang instruktur HMI hanya formalitas belaka.  
 
Corak tersendiri pada pola perkaderan HMI Cabang Bengkulu, diantara halhal penting yang telah disampaikan dari hasil penelitian, ialah : 
Yang menjadi kelebihan dari perkaderan pada ranah komisariat selingkup HMI Cabang Bengkulu adalah, dengan adanya follow-up rutin yang terlaksana pasca dari Training, minimal anggota komisariat punya dudukan tentang 5 materi wajib dan dari  situ bisa memantik hidupnya diskusi di komisariat. Dari diskusidiskusi yg dikembangkan sendiri oleh pengurus dan anggota komisariat, setidaknya anggota HMI masih berani dan mampu bersuara ketika terdapat permasalahan. Baik itu dikomisariat, cabang, kampus ataupun lingkungan sosialnya sehari-hari.  
 
Penulis sadari bahwa HMI memiliki ciri-khas tersendiri pada pelatihan dan pembentukan anggotanya yang dinamai “perkaderan”. Tidak bisa dipungkiri, ketika budaya baca, diskusi, dan belajar mahasiswa menurun dan itu terjadi dihampir semua kampus di Indonesia. HMI cabang Bengkulu terkhusus dikomisariat terus berupaya tetap menghidupkan tradisi ilmiah (budaya literasi) ini tetap berjalan. Berarti secara tidak langsung, sederhananya Pengurus telah memberikan kontribusi yang sangat besar untuk pembentukan karakter mahasiswa itu sendiri dan berusaha mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Menggambarkan sebuah citacita luhur serta harapan negara dalam upaya membangun sumber daya manusia yang unggul guna tercapainya kehidupan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. 
 
Selain itu, HMI Cabang Bengkulu, telah mampu merumuskan beberapa pola perkaderan yg dinilai ideal untuk dijalankan secara maksimal. Mulai dari pembuatan buku saku kaderyang telah dirancang dan terus disempurnakan, terlaksananya intermediate training, hingga adanya konsep Rencana Tindak Lanjut (RTL) bagi anggota HMI Cabang Bengkulu pasca LK 1 dan pasca LK 2. Hal ini tentu menjadi harapan kepada bidang PA dan P3A Komisariat HMI cabang Bengkulu ketika menjalankan tugasnya mampu berjalan secara sistematis dan terstruktur. Walaupun hal ini belum terjalan secara efektif, akan tetapi ditinjau dari sisi positifnya setidaknya, sudah ada konsep yang di  tinggalkan dan bisa disempurnakan serta tetap dilaksanakan dengan maksimal oleh Pengurus Cabang periode berikutnya, maupun  pengurus komisariat untuk menjadi acuan perkaderan yang lebih baik kedepannya. 
 
Sampai saat ini proses perkaderan HMI cabang Bengkulu masih tetap konsisten perihal pemantapan mental dan intelektual serta spiritual kadernya yang hendak melaksanakan basic training. Disana terdapat proses internalisasi nilai-nilai ke-HMI-an pada panitia berupa follow up khusus sebelum melaksanakan basic training, proses pembentukan panitia yang difokuskan terhadap anggota yang belum pernah menjadi panitia agar mendapatkan proses lebih didalam kepanitiaan (regenerasi), begitupun proses mekanisme pembuatan tema dan TOR yang sampai saat ini masih terus dipertahankan saat akan mengadakan LK1 ataupun RAK, dimulai dari inventaris masalah, lalu mengerucut menjadi akar masalah, dan runtutanruntutan selanjutnya pembentukan tema. 
HMI Cabang Bengkulu juga masih tetap mempertahankan Screening lokal terhadap kader yang akan mengikuti proses training formal lanjutan (LK2), kader harus menyelesaikan dan menuntaskan Screening lokal tersebut barulah mendapatkan mandat dari cabang. Karena screening local ini diharapkan menjadi sebuah budaya yang tidak luntur nantinya, sekaligus penegasan kualitas kader itu sendiri. 
 
(e). Arah Dan Tujuan Perkaderan 
Hakekatnya tugas pokok HMI adalah tugas perkaderan, yang seluruh rangkaian kegiatannya hendaklah menggambarkan fungsi perkaderan yang titik fokusnya terletak pada kualitas kader yang menjalani proses perkaderan. Sehingga memiliki ciri kader yang berintegritas, kepribadian utuh, beriman, berilmu dan beramal saleh sehingga siap mengemban tugas dan amanah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Membentuk kualitas yang memiliki kesediaan untuk berlatih dan mengembangkan kualitas guna menyongsong tugas masa depan umat dan bangsa, serta ikhlas, besedia berbuat dan berkorban guna mencapai cita-cita HMI pada waktu sekarang dan akan datang. Tujuan dari segala aktivitas perkaderan yang dipertegas pada Tujuan HMI (pasal 4 anggaran dasar HMI).  
 
(f). Profil Yang Diinginkan 
Kepribadian dari sosok kader HMI ialah memiliki respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi, dan konflik, serta mampu memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan. kualitas perilaku itu khas sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku kader dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, kepribadian kader merupakan karakteristik yang mesti ada pada diri kader HMI dalam menjalankan tugas dan misinya sebagai kader umat dan kader bangsa. 
 
Bertolak dari landasan-landasan, arah dan tujuan perkaderan HMI, maka hendaklah diarahkan dalam rangka membentuk prifil kader yang ideal, yaitu Muslim Intelektual Profesional. Tiga aspek yang ditekankan dalam pembentukan integritas, watak dan kepribadian kader ini yang  diistilahkan oleh kanda Yudi Latief dengan istilah Muslim-Inteligensia. Merujuk pada identitas manusia sebagai orang yang menganut agama Islam dengan sempurna (Kaffah), yang diikuti dengan pelaksanaan segala kewajibankewajibannya sebagai hamba Allah dan tanpa terkecuali mengaktualisasikan nilai-nilai Ke-Islaman dalam konteks kehidupannya, serta memiliki strata sosial dan mengindikasikan “respon kolektif” dari identitas kolektif tertentu, sebagai refleksi dari kesamaan pendidikan, psiko-sosiografis, sistem nilai, habitus, dan ingatan kolektif yang sama.  
Pada intinya, Insan Cita HMI adalah insan pelopor yang berpikir luas dan berpandangan jauh, bersikap terbuka, terampil dalam bidangnya, sadar akan cita-cita dan tahu bagaimana mencari ilmu perjuangan secara kooperatif. Idealnya hasil dari perkaderan HMI ialah sebagai duta-duta pembaharu yang menyuarakan ide-ide progresif, insan berkepribadian imbang dan padu, kritis, dinamis, adil dan jujur. Mereka itu manusia-manusia yang berilmu dan beramal saleh dengan kualitas Insan Kamil, terefleksi dalam krlompok intelegensia yang mampu merealsasir cita-cita umat dan bangsa dalam suatu kehidupan masyarakay sejahtera. Dan tentunya sikap bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. 
Lima kualitas Insan cita HMI sebagai kelompok Muslim Intelegensia ini dapat digambarkan dengan (a). Tipe konseptor, (2). Tipe problem solving, (3). Tipe administrator/pelaksana, (4). Tipe negarawan. Klasifikasi seperti ini dmaksudkan untuk menunjukkan tipetipe kader yang dibutuhkan pada masa kini dan masa mendatang, terkhusus dalam menghadapi tantangan Indonesia Emas 2045. 
 
 
ROADMAP PERKADERAN HMI Cabang Bengkulu 
 
  
 
IV. KESIMPULAN 
 
Pendidikan/Perkaderan merupakan hakekat tugas pokok HMI yang seluruh rangkaian kegiatannya menggambarkan fungsi perkaderan yang di titik fokuskan pada kualitas kader yang menjalani rangkaian prosesnya. Sehingga memiliki ciri kader yang berintegritas, kepribadian utuh, beriman, berilmu dan beramal saleh yang siap mengemban tugas dan amanah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 
HMI telah mampu merumuskan pedoman perkaderan HMI, memiliki platform yang jelas dalam menyusun agenda dengan mendekatkan diri kepada realitas masyarakat dan secara konsisten membangun proses dialetika secara obyektif dalam pencapaian tujuannya. Untuk memberikan panduan (guidance) yang dipedomani dalam setiap proses perkaderan HMI, pedoman perkaderan yang menjadi strategi besar (grand strategy) perjuangan HMI sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan dalam menjawab tantangan zaman. 
HMI Cabang Bengkulu, dengan segala usaha dan tanggung jawabnya terus berupaya membentuk kadernya melalui traning-training yang dilakukan secara sistematis dan terstruktur dalam proses pembentukan kader Muslim Intelegensia, kader yang siap tarung dimasa sekarang dan masa depan, merupakan suatu upaya untuk menjawab tantangan Indonesia Emas 2045. 
“Bukan hannya tentang banyaknya jenjang training yang telah diikuti, tetapi bagaimana seseorang itu mampu memahami makna pentrainingan yang sesungguhnya”. (Master Rendi, 2021). 
 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA 
 
Agussalim Sitompul. 1997. 
PemikiranHMI dan Relevansinya dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media 
Agussalim Sitompul. 2008, Indikator Kemunduran HMI. Jakarta:Misaka Mezila 
Ghufron, M. N., & Risnawita, R. 2010. Teori-teori psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Manulang. M. 1985, Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset. 
Moerdiono  dk.. 1990, HMI Menjawab Tantangan Zaman. Jakarta: Gunung Kulabu. 
Sudarwan Dannim & Khairil. 2011, Profesi Pendidikan. Bandung: 
Alfabeta 
Mulyasa. 2008, Menjadi Guru 
Profesional:Menciptakan 
Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Rosda Karya. 
Muhamad Yusuf. 2013. Guru, Mutiara 
Pendidikan untuk Generasi Emas Indonesia Tahun 2045. (online), (http://madyusuf.wordpress.com.) diakses 29 Maret 2014). 
Gibson, Ivancevich, Donnelly. 1997, Organisasi (perilaku, struktur, proses). Jakarta Penerbit Erlangga. 
Ahmad Hardiansyah. 2017, Peran perkaderan HMI Dalam Mmbangun 
Peradaban. (online), (https://core.ac.uk/download/pdf/22 9192352.) diakses 20 Januari 2021. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Komentar

Postingan Populer